Perlindungan Data Pribadi: Apa yang Diatur dalam UU PDP?

Artikel ini membahas Perlindungan Data Pribadi dalam UU PDP, mulai dari latar belakang lahirnya, hak dan kewajiban pemilik data, kewajiban pengendali data, hingga sanksi pelanggaran. UU PDP hadir sebagai tonggak hukum penting di era digital untuk melindungi privasi masyarakat Indonesia sekaligus menekan risiko kebocoran data. Simak penjelasan lengkap UU PDP agar lebih memahami hak serta kewajiban dalam pengelolaan data pribadi.

HUKUM

Donasto Samosir - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

8/17/2025

a black and white photo of a sign that says privacy please
a black and white photo of a sign that says privacy please

Latar Belakang Lahirnya UU PDP

Perkembangan teknologi informasi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir telah membawa banyak perubahan dalam cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Kemudahan akses informasi dan utilitas digital yang semakin meningkat di masyarakat telah menyebabkan peningkatan volume data pribadi yang dikumpulkan, diproses, dan disimpan oleh berbagai institusi. Namun, dalam konteks ini, muncul tantangan signifikan terkait dengan pengelolaan dan penggunaan data pribadi yang menuntut regulasi lebih ketat.

Indonesia sempat mengalami berbagai kasus kebocoran data besar, seperti kebocoran data pengguna layanan daring dan lembaga publik yang menyangkut jutaan orang. Hal ini menimbulkan keresahan publik sekaligus desakan agar pemerintah menghadirkan regulasi khusus terkait perlindungan data. Kondisi ini akhirnya melahirkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang disahkan pada 17 Oktober 2022. Kehadiran UU PDP menandai tonggak penting dalam perlindungan hak privasi masyarakat Indonesia, sekaligus menyelaraskan regulasi domestik dengan standar internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa.

Di tengah meroketnya pengguna internet dan aplikasi digital, kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi mulai tumbuh di kalangan masyarakat. Banyak individu menyadari bahwa data pribadi mereka — seperti nama, alamat, informasi keuangan, dan aktivitas online — dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Kasus kebocoran data dan penyalahgunaan informasi pribadi semakin sering terjadi, menyebabkan kerugian baik secara finansial maupun emosional bagi individu. Pengalaman negatif ini mendorong masyarakat untuk secara aktif menuntut perlindungan hukum yang lebih komprehensif mengenai data pribadi mereka.

Selain itu, lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah juga mulai memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Mereka menghadapi tekanan dari publik untuk menciptakan regulasi yang dapat memastikan perlindungan yang lebih baik terhadap data pribadi. Kesadaran kolektif ini berujung pada pengembangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi pengelolaan data pribadi secara aman dan etis. UU ini berfungsi sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan untuk memahami hak dan kewajiban mereka mengenai data pribadi, serta untuk menghindari praktik-praktik penyalahgunaan yang dapat merugikan individu.

Di era digital, data pribadi menjadi aset yang sangat berharga. Hampir semua aktivitas masyarakat kini meninggalkan jejak digital, mulai dari penggunaan media sosial, transaksi e-commerce, layanan perbankan digital, hingga aplikasi kesehatan. Data pribadi seperti nama, alamat, nomor identitas, informasi kesehatan, hingga rekam transaksi keuangan, dapat menjadi target eksploitasi jika tidak dilindungi dengan baik.

Dengan adanya UU PDP, pemerintah ingin memastikan penggunaan data pribadi dilakukan secara sah, transparan, serta memberi kendali lebih besar kepada pemilik data atas informasi yang mereka miliki.

Hak dan Kewajiban Pemilik Data

Hak pemilik data diatur secara tegas dalam UU PDP untuk melindungi privasi dan kepentingan individu dalam era digital. Pertama, pemilik data memiliki hak untuk mengetahui informasi mengenai data pribadi yang dikumpulkan dan diproses oleh pihak ketiga. Hal ini termasuk jenis data yang dikumpulkan, tujuan pengumpulan, serta pihak yang mengakses data tersebut. Kesadaran ini memungkinkan pemilik data untuk lebih memahami bagaimana data pribadinya dipergunakan dan siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut.

Kedua, pemilik data berhak untuk mengakses data pribadi yang telah dikumpulkan. Dengan hak akses ini, individu dapat melihat dan menilai informasi yang berkenaan dengan diri mereka. Proses akses ini tidak hanya meningkatkan transparansi tetapi juga memberikan kontrol kepada pemilik data untuk memastikan bahwa data yang dimiliki akurat dan sesuai dengan kenyataan. Pemilik data juga memiliki hak untuk meminta perbaikan jika terdapat ketidakakuratan dalam data yang disimpan.

Selain itu, pemilik data memiliki hak untuk meminta penghapusan data pribadi. Hal ini menjadi sangat penting dalam konteks hak untuk dilupakan, di mana individu dapat meminta agar data mereka dihapus jika tidak lagi relevan atau diperlukan untuk tujuan yang telah disepakati. Menghapus informasi pribadi memberikan rasa nyaman bagi pemilik data, yang semakin memahami pentingnya mengelola keberadaan digital mereka.

Terkait dengan kewajiban, pemilik data harus memberikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan saat menyerahkan data pribadinya. Ini mencakup tanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang diberikan adalah valid dan benar. Kewajiban ini bertujuan untuk menjaga integritas data demi mencegah penyalahgunaan yang dapat berdampak negatif pada pihak lain. Oleh karena itu, pemilik data perlu berhati-hati dan mempertimbangkan tindakan mereka saat memasukkan informasi pribadi ke dalam sistem yang berbeda.

UU PDP menegaskan bahwa pemilik data pribadi (data subject) memiliki hak-hak fundamental yang wajib dihormati oleh pihak lain. Hak-hak ini mencakup:

  1. Hak atas informasi – Pemilik data berhak mengetahui untuk tujuan apa datanya dikumpulkan, siapa yang mengelola, dan bagaimana data tersebut akan digunakan.

  2. Hak akses – Pemilik data dapat meminta salinan data pribadi yang disimpan oleh pengendali data.

  3. Hak perbaikan – Pemilik data berhak memperbaiki data yang tidak akurat, usang, atau salah.

  4. Hak penghapusan – Data pribadi dapat diminta untuk dihapus jika tidak lagi relevan, jika telah berakhir masa penyimpanannya, atau jika pemilik menarik persetujuan.

  5. Hak keberatan – Pemilik data dapat menolak pengolahan data yang tidak sesuai dengan tujuan awal.

  6. Hak atas ganti rugi – Jika terjadi penyalahgunaan atau kebocoran data, pemilik data berhak menuntut kompensasi.

Selain hak, UU PDP juga mengatur kewajiban pemilik data. Mereka harus memberikan data secara benar, tidak menyesatkan, serta menggunakan data secara sah. Hal ini penting untuk mencegah tindak kriminal seperti identitas palsu atau pemalsuan data dalam transaksi digital.

Kewajiban Pengendali Data menurut UU PDP

UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) menetapkan sejumlah kewajiban yang harus dipatuhi oleh pengendali data guna melindungi data pribadi milik individu. Kewajiban pertama yang menjadi perhatian utama adalah menjaga keamanan data pribadi. Pengendali data diwajibkan untuk menerapkan langkah-langkah teknis dan organisatoris yang komprehensif untuk mencegah akses tidak sah, pengolahan, atau pengungkapan data pribadi. Hal ini sangat penting mengingat potensi dampak negatif yang mungkin terjadi jika data pribadi disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Selanjutnya, pengendali data juga harus mendapatkan persetujuan yang jelas dan eksplisit dari pemilik data sebelum melakukan pengolahan atas data yang bersangkutan. Persetujuan ini harus bersifat informatif, di mana individu diberikan informasi lengkap tentang tujuan pengolahan, jenis data yang akan diproses, dan hak-hak yang dimiliki oleh pemilik data. Dengan demikian, pemilik data memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang tepat terkait informasi pribadinya. Kewajiban ini mendukung prinsip transparansi dalam pengolahan data dan membangun kepercayaan antara pengendali data dan pemilik data.

Kewajiban ketiga mencakup tanggung jawab pengendali data untuk melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi kebocoran data. Kewajiban ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua insiden yang berpotensi merugikan individu dilaporkan secara tepat waktu, sehingga langkah-langkah perbaikan dapat segera diambil. Melaporkan kebocoran data juga memberikan kesempatan bagi pemilik data untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna melindungi diri mereka. Secara keseluruhan, kewajiban-kewajiban ini dirancang untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengendali data dan untuk memastikan bahwa data pribadi dilindungi secara efektif.

Sanksi Pelanggaran dalam UU PDP

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia memberikan kerangka hukum yang komprehensif untuk melindungi data pribadi individu. Salah satu aspek yang krusial dalam regulasi ini adalah mekanisme sanksi yang dijatuhkan terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan perlindungan data. Sanksi tersebut dibagi menjadi beberapa kategori, termasuk sanksi administratif, sanksi pidana, serta sanksi perdata.

Sanksi administratif dapat berupa denda atau penghentian sementara aktivitas pengolahan data bagi pengendali data yang terbukti melanggar ketentuan yang ditetapkan. Denda yang harus dibayarkan dapat bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran, dampak terhadap individu, dan frekuensi pelanggaran tersebut. Dalam hal ini, lembaga pemerintah berperan penting dalam proses penegakan hukum, termasuk melakukan investigasi atas laporan pelanggaran yang diterima.

Lebih lanjut, sanksi pidana diatur untuk memberikan efek jera bagi pelanggar. Dalam UU PDP, pihak yang terbukti dengan sengaja melakukan pengolahan data pribadi tanpa persetujuan atau melanggar ketentuan lainnya dapat dikenakan hukum penjara. Sanksi pidana ini ditujukan untuk menjamin bahwa pelanggaran terhadap data pribadi tidak dianggap enteng. Selain itu, individu yang dirugikan juga dapat mengajukan tuntutan perdata untuk memperoleh ganti rugi akibat pelanggaran yang dialami. Sistem hukum ini bertujuan untuk mendorong tanggung jawab serta keadilan bagi data subjek.

Prosedur penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengendali data perlu dilakukan dengan cermat. Lembaga pemerintah, seperti Komisi Perlindungan Data Pribadi, memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Mereka bertugas menindaklanjuti laporan dari masyarakat, melakukan audit, dan memberikan rekomendasi sanksi yang tepat berdasarkan temuan. Dengan adanya mekanisme sanksi yang tegas, diharapkan perlindungan data pribadi dapat terlaksana dengan baik di Indonesia, sehingga hak-hak individu tetap terjaga dengan baik.

Peran Masyarakat Dalam Perlindungan Data Pribadi

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) merupakan langkah penting dalam melindungi data pribadi masyarakat. Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat, banyak individu kehilangan kontrol atas informasi pribadi mereka. UU PDP hadir untuk mengatur pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan data pribadi secara lebih struktural dan aman. Pentingnya undang-undang ini tidak bisa dipandang sebelah mata, mengingat risiko penyalahgunaan data yang semakin meningkat. Melalui UU PDP, diharapkan individu dan organisasi lebih berhati-hati dalam menangani data, serta lebih bertanggung jawab terhadap privasi orang lain.

Urgensi untuk mengimplementasikan UU PDP secara efektif menjadi sangat jelas. Dukungan dari semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga swasta, hingga masyarakat umum sangat diperlukan. Kesadaran dan edukasi mengenai perlindungan data pribadi menjadi kunci utama agar undang-undang ini dapat diterapkan dengan baik. Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih mendalam tentang hak-hak mereka berkaitan dengan data pribadi, sehingga mereka dapat melakukan tindakan pencegahan dan pengawasan terhadap pengelolaan data mereka.

Bagi individu, langkah pertama yang dapat diambil adalah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, organisasi harus mematuhi ketentuan yang tercantum dalam UU PDP, seperti melakukan audit berkala terhadap pengelolaan data, melatih staf mengenai privasi dan keamanan data, serta menyediakan kebijakan transparan tentang bagaimana data pribadi digunakan. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi terhadap perlindungan data pribadi secara keseluruhan, menciptakan lingkungan yang lebih aman dan terpercaya dalam penggunaan teknologi informasi.

Sumber:

  1. Aji, Ahmad M. Perlindungan Data Pribadi di Era Digital. Jakarta: Kencana, 2022.

  2. Hadi, Sutrisno. “Implikasi UU Perlindungan Data Pribadi terhadap Transaksi Elektronik.” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 52, No. 3 (2022).

  3. Prasetyo, Yulianto. Privasi dan Data Pribadi di Indonesia: Perspektif Hukum dan Teknologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2021.

  4. Ramadhan, M. “Perbandingan UU PDP Indonesia dengan GDPR Uni Eropa.” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 19, No. 2 (2022).

  5. Santoso, Budi. Hukum Siber di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2021.

  6. Tempo. “UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Apa Isinya?” Tempo.co, 17 Oktober 2022.

  7. Kompas. “Kebocoran Data dan Pentingnya UU PDP.” Kompas.id, 20 Oktober 2022.

  8. Putri, Ayu. “Hak Privasi dalam UU PDP: Analisis Yuridis.” Jurnal Konstitusi, Vol. 19, No. 1 (2022).

  9. Sihombing, M. Keamanan Informasi dan Perlindungan Data. Jakarta: Gramedia, 2020.

  10. Wahyudi, A. “Tantangan Implementasi UU PDP di Indonesia.” Jurnal Teknologi Informasi dan Hukum, Vol. 10, No. 4 (2023).

(Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bahayangkara Jakarta Raya)