Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Online
Artikel ini membahas perlindungan konsumen dalam transaksi online di Indonesia, mencakup hak-hak konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen, contoh kasus penipuan dan pelanggaran data, serta tantangan e-commerce. Artikel ini menyoroti pentingnya regulasi, edukasi konsumen, dan penegakan hukum agar transaksi digital aman dan terpercaya.
HUKUM
Donasto Samosir - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
8/9/2025


Definisi Transaksi Online
Transaksi online—atau e-commerce—adalah proses jual-beli atau pembayaran barang dan jasa yang dilakukan secara digital lewat internet, tanpa perlu bertemu langsung antar pihak. Misalnya belanja di marketplace, bayar tagihan via aplikasi, atau transfer uang lewat mobile banking. Era pandemi semakin mempercepat tren ini. Teknologi membuat transaksi jadi praktis dan cepat, tapi juga membuka potensi risiko bagi konsumen—seperti kesalahan informasi produk, penipuan, hingga pelanggaran data pribadi.
Transaksi online merujuk pada kegiatan jual beli yang dilakukan melalui platform digital, yang bisa mencakup situs web, aplikasi, atau media sosial. Dalam konteks ini, berbagai teknologi memainkan peran penting dalam memfasilitasi dan mempercepat proses transaksi, memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus bertatap muka secara fisik dengan penjual. Teknologi ini tidak hanya mencakup metode pembayaran digital, tetapi juga berbagai sistem keamanan yang dirancang untuk melindungi data dan informasi pribadi pengguna selama transisi data dalam proses jual beli.
Proses transaksi online umumnya dimulai ketika konsumen mengunjungi sebuah platform digital untuk mencari barang atau jasa yang mereka butuhkan. Setelah menemukan produk yang diinginkan, konsumen dapat menambahkannya ke keranjang belanja dan melanjutkan ke proses checkout. Di tahap ini, konsumen diwajibkan untuk mengisi informasi pengiriman dan memilih metode pembayaran. Metode pembayaran ini dapat bervariasi, termasuk kartu kredit, transfer bank, dan dompet digital, yang memberikan fleksibilitas kepada pengguna dalam memilih sesuai dengan preferensi mereka.
Contoh umum dari transaksi online yang sering dilakukan di masyarakat mencakup pembelian barang konsumsi, seperti pakaian, elektronik, dan sayuran yang dipesan melalui e-commerce atau aplikasi pengantaran makanan. Selain itu, layanan digital seperti streaming musik dan video juga merupakan bagian dari transaksi online. Dengan semakin berkembangnya teknologi, kecenderungan masyarakat untuk bertransaksi secara online semakin meningkat, yang menjadikannya salah satu aspek penting dalam kehidupan sehari-hari dan perekonomian modern.
Hak Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen
Di Indonesia, konsumen memiliki hak-hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Hak-hak ini bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dalam transaksi, termasuk transaksi online. Salah satu hak utama adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait produk atau layanan yang ditawarkan. Informasi ini mencakup spesifikasi barang, harga, dan syarat serta ketentuan yang berlaku. Dalam konteks transaksi online, pelaku usaha wajib menyediakan informasi yang mudah diakses oleh konsumen melalui website atau aplikasi mereka.
Selanjutnya, hak untuk memilih menjadi hal yang penting dalam memastikan konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan produk atau layanan sesuai kebutuhan mereka. Konsumen tidak boleh dipaksa untuk membeli barang atau jasa tertentu, dan mereka berhak meninggalkan transaksi yang tidak sesuai dengan keinginan. Dalam transaksi online, hal ini seringkali diwakili dengan adanya beragam pilihan dari berbagai penjual, yang memberikan konsumen keleluasaan dalam memilih tanpa tekanan. Selain itu, keamanan dan kenyamanan saat bertransaksi adalah aspek vital; pengusaha diharuskan untuk menyediakan platform yang aman dan nyaman agar konsumen merasa aman saat bertransaksi.
Hak atas ganti rugi juga merupakan bagian penting dari ketentuan yang ada. Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi jika mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan dari pelaku usaha. Misalnya, jika barang yang diterima tidak sesuai dengan deskripsi atau mengalami kerusakan, konsumen memiliki hak untuk meminta pengembalian dana atau penggantian barang. Di sisi lain, pelaku usaha juga memiliki kewajiban untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan dan menyelesaikan pengaduan konsumen secara tepat waktu. Dalam konteks ini, hubungan yang saling menguntungkan antara konsumen dan pelaku usaha sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem transaksi yang aman dan berkeadilan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan punya asas manfaat, keadilan, keamanan, dan kepastian hukum.
Pasal 4 mengatur hak-hak konsumen seperti:
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan,
hak memilih barang/jasa,
hak mendapat informasi yang benar, jelas, dan jujur,
hak atas kompensasi dan ganti rugi jika dirugikan.
Dalam konteks e-commerce, konsumen juga berhak:
mendapatkan informasi sesuai iklan,
hak retur atau pengembalian barang jika tidak sesuai dengan deskripsi (Pasal 49 PP PSTE No. 71 Tahun 2019).
Selain itu, regulasi baru seperti UU Perubahan Kedua atas UU ITE tahun 2024 turut memperkuat perlindungan transaksi elektronik.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Online
Transaksi online menawarkan berbagai kemudahan bagi konsumen, namun juga diiringi dengan sejumlah tantangan dan risiko. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah penipuan online, di mana konsumen membeli barang tetapi tidak pernah menerima produk yang dijanjikan. Misalnya, seorang konsumen memesan smartphone melalui sebuah situs e-commerce, tetapi setelah pembayaran dilakukan, produk tersebut tidak pernah dikirim. Dalam kasus ini, konsumen dapat melaporkan ke pihak platform e-commerce untuk permohonan pengembalian dana atau melaporkan ke lembaga perlindungan konsumen jika penjual tidak memberikan respons yang memuaskan.
Selain penipuan, masalah produk yang tidak sesuai dengan deskripsi juga merupakan hal umum dalam transaksi online. Seorang pelanggan memesan sepatu melalui aplikasi belanja, tetapi saat barang tiba, ukuran dan warnanya tidak sesuai dengan yang tertera dalam iklan. Situasi ini sering kali mengecewakan konsumen karena mereka merasa ditipu oleh informasi yang menyesatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, konsumen memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengembalian barang sesuai dengan kebijakan pengembalian yang ditawarkan oleh penjual. Lembaga perlindungan konsumen dapat membantu menyelesaikan sengketa ini jika terjadi keberatan dari pihak penjual.
Masalah pengembalian barang juga sering menjadi sumber konflik. Misalnya, seorang konsumen ingin mengembalikan barang karena alasan kualitas yang buruk, namun penjual menolak refund dengan alasan yang tidak jelas. Jika situasi ini terjadi, konsumen sebaiknya mencatat semua komunikasi dan kondisi produk, dan segera menghubungi lembaga perlindungan konsumen untuk mendapatkan saran. Lembaga perlindungan konsumen memiliki mekanisme untuk mengatasi keluhan dan membantu konsumen mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan peraturan yang ada.
Tantangan E-Commerce
Industri e-commerce menghadapi berbagai tantangan yang signifikan yang berdampak pada perlindungan konsumen. Salah satu isu paling mendesak adalah keamanan data pribadi. Dengan meningkatnya transaksi online, informasi sensitif seperti nomor kartu kredit, alamat email, dan data identitas seringkali menjadi target para penjahat siber. Kejadian kebocoran data dapat membahayakan kepercayaan konsumen, yang akan berpengaruh langsung pada reputasi bisnis. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk mengimplementasikan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk melindungi informasi pelanggan.
Selanjutnya, masalah kepercayaan konsumen juga merupakan tantangan yang perlu diatasi. Banyak konsumen masih ragu untuk bertransaksi secara online akibat ketidakpastian tentang produk yang diterima, kebijakan pengembalian barang, dan kemungkinan penipuan. Untuk mengatasi hal ini, platform e-commerce diharapkan dapat meningkatkan transparansi dengan memberikan informasi yang jelas mengenai produk dan layanan, serta ulasan dari pengguna lain. Melalui pendekatan ini, diharapkan konsumen dapat merasa lebih yakin melakukan pembelian secara online.
Regulasi juga menjadi tantangan utama dalam melindungi konsumen di sektor e-commerce. Saat ini, peraturan yang ada mungkin belum sepenuhnya mengatur dinamika serta perkembangan teknologi dalam transaksi online, sehingga menciptakan celah hukum yang bisa dimanfaatkan. Pemerintah dan pelaku usaha perlu berkolaborasi dalam merumuskan kebijakan yang lebih adaptif terhadap perubahan, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya perlindungan konsumen dalam e-commerce dapat meningkat.
Memahami tantangan di atas merupakan langkah awal untuk melindungi hak konsumen dalam transaksi online. Dengan kerjasama antara pelaku usaha dan pemerintah, diharapkan lingkungan e-commerce yang lebih aman dan bertanggung jawab dapat tercipta. Tantangan hukum pada transaksi online:
Celakanya Informasi dan Bukti Hukum
Sulit untuk membuktikan apakah barang yang diterima tidak sesuai dengan yang diiklankan, dan pengawasan terhadap e-commerce masih terbatas.Perlindungan Data & Keamanan Digital
Meski aturan soal data pribadi telah diperkuat, praktik pengamanan oleh e-commerce belum konsisten. Fokus penegakan hukum masih perlu ditingkatkan.Efektivitas Regulasi
UU Nomor 8 Tahun 1999 belum cukup efektif mencegah praktik curang oleh pelaku usaha e-commerce; kasus wanprestasi dan penipuan masih marak.Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Mekanisme seperti mediasi, arbitrase, dan konsiliasi bisa jadi solusi cepat dan murah, tapi implementasinya di e-commerce masih minim.Perubahan Regulasi dan Edukasi
Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan meningkatkan kesadaran konsumen agar tahu haknya dan cara melaporkan pelanggaran.
Penutup
Perlindungan konsumen dalam transaksi online di Indonesia sudah diatur melalui UU Perlindungan Konsumen, UU ITE, PP PSTE, hingga undang-undang data pribadi. Namun, tantangan nyata: praktik wanprestasi, ketidakakuratan informasi, penipuan, dan kelemahan sistem penyelesaian sengketa masih mengancam keamanan konsumen. Untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang lebih adil, perlu:
Perbaikan regulasi,
Penegakan hukum yang lebih tegas,
Edukasi konsumen,
Sistem APS yang efektif,
Perlindungan data yang ketat.
Dengan begitu, transaksi online bisa menjadi selamat, adil, dan dapat diandalkan oleh semua lapisan masyarakat.
Daftar Pustaka
Asufie, H. N., & Hanifah, L. (2024). PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI DALAM SOCIAL-COMMERCE DI INDONESIA. Collegium Studiosum Journal, 7(1)
Dzuhriyan, A. R., Permana, S. I., & Gufron, M. K. A. (2025). Consumer Legal Protection in Online Transactions: Challenges and Opportunities in Indonesia’s Digital Economy. Justice Voice, 3(1)
Fista, Y. L., Machmud, A., & Suartini, S. (2023). Perlindungan Hukum Konsumen dalam Transaksi E-commerce Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Binamulia Hukum, 12(1)
Krisna, V. V. B., & Putra, M. A. P. (2025). Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Transaksi Jual Beli secara Online di E-Commerce. Kertha Wicara, 14(5)
ResearchGate (2025). Implikasi Hukum Bisnis Terhadap Perlindungan Konsumen dalam Transaksi E-Commerce di Indonesia. Jurnal Rimba, 3(2)
Priliasari, E. (2023). Perlindungan Data Pribadi Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce. Rechts Vinding
Pasarind (2024). Apa Itu Transaksi Online: Pengertian dan Manfaatnya. blog, Pasarind.
(Penulis adalah Mahasiswa Universitas Bayangkara Jakarta Raya)

